"GERAKAN" Melukis Harapan

Kampung Samijali-Keripik Samijali-21 Januari 2017
"Berhentilah mengutuk kegelapan, mulailah menyalakan lilin"-Gerakan Melukis Harapan (GMH) Surabaya
.
Bersama foto ini izinkan saya bercerita tentang suatu hari di 21 Januari 2017.
.
Kampung samijali, ya itulah nama tempat yang saya kunjungi sabtu sore gerimis kala itu. Beberapa tahun yang lalu orang-orang mengenali tempat ini sebagai tetangga dari sebuah Gang yang namanya masyur di kawasan tenggara Asia, ya itu Gang Dolly, tempat dimana malam menjadi waktu yang tepat untuk beraktivitas dan memutar uang hingga 34miliyar banyaknya. Mencengangkan memang, memikirkan bagaimana aliran rupiah bisa sederas itu dalam satu malam saja

Namun sore itu berbeda, 19 Juli 2014 telah mengubah hari-hari penuh tanda tanya ditempat ini, Putat Jaya tanpa diskusi lebih lanjut harus berbesar hati menerima penutupannya. Sore ini yang terhampar ialah sebuah kampung dengan nama baru, juga harapan baru tentu saja. Warna warni dari pangkal gapura akan  menarik hati anak kecil mana saja yang melewati, kampung itu telah bertransformasi, mengalahkan penolakan demi penolakan sebab masa lalu yang tidak dapat dihapuskan. Kampung ini telah berdamai, dan siap dengan masa depannya.

"Ya gapapa mbak, dapetnya emang gak sebanyak dulu waktu masih ada si 'mbak-mbak' , tapi kan yang penting bekahnya" tertampar! Ya keberkahan, bukan seberapa banyak, tapi seberapa membahagiakan dan merasa tercukupi kita atas apa yang ada. Ya, itu satu dari tiga pembelajaran berharga sabtu itu.

Selanjutnya adalah tentang gerakan yang ikut serta "Melukis Harapan" kawasan ini, penutupan bukanlah perkara sederhana, akan ada banyak perubahan, dan itu bukanlah sesuatu yang menyenangkan untuk dilalui. Mereka memilih "menyalakan lilin".

Luhurnya sebuah idealisme adalah pelajaran kedua, setelah perbincangan menyusuri Putat Jaya. Sebuah pertunjukkan akan berhasil jika orang-orang dibalik layar tetap berada dibalik layar hingga pertunjukkan usai, ketamakan sedikit saja akan menghancurkan pertunjukkan tanpa sedikitpun bekas di hati penontonnya. Tentang "tidak mengharapkan penilaian manusia, harta benda, popularitas atau sekedar terimakasih". Terimakasih, dan itu pelajaran yang belum selesai buat saya. Tentang memenangkan hati yang sebenarnya sungguh sangat lembut, dan tidak menyukai iming-iming belaka, karena hidup anak keluarga tentunya bukan perkara main-main. Hanya ada satu cara, yakni bekerja 24 jam untuk mereka, tak lebih tak kurang. Itu hanya jika kau adalah yang telah tercabut rasa ingin tidurnya oleh bencana yang telah mencabik-cabik, atau cinta yang terlanjut telah mengharu-biru. Begitulah cara memenangkannya, ucap salah seorang diantara mereka sambil tertawa menatap semangkok sambal menggoda dihadapannya.

Terakhir sebelum akhirnya malam itu ditutup tanpa banyak suara apalagi pertanyaan, ini tentang diskusi menarik tentang "gerakan". "Cak dalu itu berjalan dengan strategi, mengayuh sampan dengan kedua tangannya, makanya sampai lebih cepat dek" itulah yang banyak dilupakan orang-orang khususnya mahasiswa, "wah keren banget ya, langsung aksi nyata, nggak kayak mereka yang suka turun ke jalan gak jelas, gitu tuh pengabdian masyarakat, turunnya langsung ke kampung!" Well ya, lagi-lagi setiap orang memilih arah perjuangannya masing-masing. Tapi cerita dari seorang kakak di warung SS malam itu membuat saya menyadari satu hal, bahwa pergerakan sosial akan menghasilkan tenaga berkali-kali lebih dahsyat dengan pergerakan mahasiswa didalamnya. Buat apa turun ke jalan? Jawabannya : Buat menggiring kebijakan, yang mana sebuah kebijakan itu efek nya jangka panjang. Bagus kalau doyan pengmas-pengmas(an), tapi ingat juga tentang keberlanjutannya. Sehari timbul, sehari hilang hanya akan menggoreskan sakit hati dan menimbulkan trauma serta apatis. "Coba lihat orang-orang yang berhasil dengan gerakan sosial mereka, yang sustain, rata-rata mereka itu yaa yang dulu doyan orasi, mampu menggerakkan masa, dan dikenal sama pejabat, itu kuncinya kalau mau gerakannya tahan lama dek, harus punya sumber tenaga yang lebih kuat : dukungan pemerintah"- (sambil mengingat wajah bu risma yang terpampang di toko tadi sore, berfoto dengan ibu-ibu ukm Keripik Samijali saat pameran)

-Ditulis 06 Februari 2017 (Hari pertama Semester 4)

Komentar