Kayaknya, Kita Gak Perlu Nuntut Ilmu Lagi Deh!?






Ilmu, terdiri 3 huruf arab : ain, lam, mim yang berarti tau atau mengetahui.

Keberadaan Ilmu barangkali juga bertanggung jawab atas pembangkangan iblis atas keharusannya bersujud pada manusia. Pasalnya, iblis yang belum cukup berilmu untuk memberikan pernyataan bahwa "api lebih baik ketimbang tanah" yang menjadikan ia terlaknat dan terusir dari surga. Ya, iblis dan sesat pikirnya yang menjadi dosa pertama, lantaran ilmu yang belum rampung ia telaah lebih lanjut.

Bagi manusia, akal dan Ilmu bak sejoli yang patang dipisahkan, berdua-duaan hingga entah sampai kapan. Akal barangkali akan menggombali ilmu seperti ini "Kalau aku jadi motor, maukah kau jadi bahan bakarnya?" ya begitu kita-kira rayuan akal, agar ilmu tau betapa penting kehadirannya bagi diri sang akal.

Keberadaan ilmu dan akal inilah yang kemudian mampu membuat manusia cukup amunisi untuk menjalankan salah satu tugasnya di bumi, sebut saja "membangun peradaban".

Namun, bagi peradaban sendiri ada kata kunci, mengapa ia hadir seiring bantuan dari akal dan ilmu tetap mengiringi. Kata itu bernaung diantara imbuhan almorf 'per-an'. Pemenggalan kalimatnya mungkin akan seperti ini 'Per-adab-an'. Ya, kata itu adalah "adab".

Ilmu dan adab, disepakati sebagai hubungan tak terpisahakan yang selanjutnya. Mengapa? Mari kita ambil analogi motor dan bahan bakar tadi. Jika ilmu adalah bahan bakar, maka adab adalah cara mengolah bahan bakar tersebut. Kita memahami, alam tidak menyediakan bensin secara langsung melainkan minyak bumi. Cairan hitam dari dalam perut bumi ini kemudian diolah,  agar menghasilkan struktur kimia yang tepat, berupa bensin sebagai bahan bakar motor.

Apa jadinya jika kita langsung memasukkan minyak mentah kedalam tangki motor? Barangkali motor tidak dapat berjalan, atau malah merusak sistem kerja dari motor itu sendiri.

Ilmu tanpa adab adalah sebuah kesia-siaan, bahkan dapat menjadi awal kerusakan.

Tiada peradaban, tanpa adab.

Adab menjadi permulaan, apakah ilmu nantinya dapat membawa manfaat atau tidak bagi para pemburunya. Menjadi tolak ukur, apakah ilmu yang dimotori oleh akal ini nantinya akan sampai pada peranan tertinggi yang membuat manusia lebih mulia dari makhluk manapun.

Adab yang baik dalam menuntut ilmu sejatinya akan mampu mengangtarkan seseorang pada tujuan dari ilmu itu sendiri, yakni mengamalkannya.

Imam Syafii berkata "ketika aku mendengar satu huruf saja tentang adab yang belum aku dengar sebelumnya, seluruh tubuhku seperti menginginkan agar memiliki pendengaran sehingga mereka mendengarnya dan mendapatkan nikmatnya adab", lalu beliau ditanya "bagaimana keinginannmu mempelajari adab itu?" beliau menjawab "seperti ibu yang sedang mencari anak satu-satunya yang hilang".

karena, sebut Imam Syafii "tujuan dari ilmu adalah mengamalkannya. Ilmu yang hakiki adalah merefleksikannya didalam kehidupan, bukan yang bertengger di kepala."

Maka, wajarlah kitanya ibu dari imam Sufyan, meminta anaknya menghafalkan 10 hadist saja untuk kemudian melihat, apakah dari 10 hadist yang ia hafal ini merubah perilakunya menjadi lebih baik, merubah tutur bicaranya menjadi lebih santun dan caranya berjalan menjadi lebih sederhana, jika belum, maka ucap ibu Imam Sufyan "berhentilah menuntut ilmu".

Sejatinya, hal ini selaras dengan pengertian menuntut ilmu atau yang kita lazim sebut dengan belajar yang diamini oleh beberapa ahli psikologi, dimana belajar didefenisikan sebagai "proses perubahan tingkah laku yang menetap sebagai hasil belajar itu sendiri" (Wittig, dalam Psychology of Learning 1981)

Kini, bolehlah kiranya kita merenung agak sebentar, apakah 9, 12 atau bahkan 20 tahun lebih yang kita hibahkan untuk menuntut ilmu, sudahkah benar-benar membawa perubahan bagi diri kita? Sudahkah memberi manfaat bagi diri dan orang lain?

Jika belum,
mungkin tidak mengapa kiranya jika kita mulai berfikir, untuk berhenti menuntut ilmu. Bukan karena sudah cukup, melainkan karena keberadaanya tidak lagi mampu membuat manusia sampai pada fitrahnya.

"Yang menjadikan mati dan hidup, supaya dia menguji kamu, siapa diantara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun" Al-Mulk ayat 2.

Sumber :
Referensi : Alquran dan beberapa sumber lain https://youtu.be/m1je6du100A

(Repost dari Line Dian Fhaatma Thaib tanggal 19 April 2017) *Dibuat saat pemilu Jakarta tengah berlangsung


Komentar