My Father and The "Man Cry" Project


[My Father : The Most Concrete Man In Republik Indonesia]

Percaya gak, di Australia ada sebuah projek super boombastis yang bertujuan untuk "membuat para lelaki me-na-ngis". Percaya atau gak, projek itu ada dan sudah menghasilkan kesimpulan, yang barangkali akan mengubah paradigma kita tentang lelaki yang menangis.

Anggapan bahwa laki-laki itu sebaiknya jangan menangis, entah karena terlihat cengeng, tidak dewasa, lemah, dan tidak sesuai dengan peran gender yang mereka emban, agaknya memang perlu di kaji lebih lanjut. Pasalnya, 90% laki-laki yang mengikuti projek itu mengutarakan bahwa mereka merasa tertekan dengan label tersebut, dan menyatakan bahwa sama hal nya dengan perempuan, mereka merasa baikan setelah menangis, meski harus benar-benar mencari tempat yang aman untuk melakukannya. Ya, seperti yang kita tau, menangis memang hal yang sangat wajar di lakukan manusia, sebagai salah satu mekanisme melepaskan emosi yang harus selalu bergerak, dan jadi sangat berbahaya ketika terhenti dan tertahan. Dan ya, laki-laki pun adalah manusia, yang juga butuh hal itu.

Jadi, dengan segenap sikap dingin, tempramen, cuek yang terlihat dari kebanyakan lelaki, terutama oleh seseorang yang mungkin telah lama hilang dari list lelaki yang kita incar meng-kepo-i nya lebih lanjut (baca : ayah), tidak ada salahnya untuk meluangkan waktu, dan mengapresiasi betapa kuatnya ia menampung banyak hal sendirian.

Terimakasih ayah, untuk udah jadi yang paling kongkrit datengin ibu walaupun baru 1 bulan accidentally kenal, untuk jadi guru ngaji paling top sejagat raya, untuk passport wkkw, untuk semua ungkapan cemas yang kadang bikin baper, untuk doa dan nasehat tentang 'kehidupan setelah kehidupan' yang sulit dilupakan. Semuanya, dan kata terimakasih memang tidak pernah cukup.
"Pa, kapan-kapan nangis bareng yok wkkw"
(Repost Instagram 23 Juli 2017)


Komentar