Kontemplasi Qurban 2017



[Tahun ini Qurban Apa?]

Apa esensi dari melepaskan
Apa esensi dari merelakan
Apa esensi dari mengikhlaskan?

Kadang, kita kira, kita sudan menjadi yang paling baik dalam mengambil inti sari kehidupan.

Yakni tentang orang-orang yang datang lalu hilang, dan kita mulai mempertanyakan apakah kita datang untuk pergi? Atau malah pergi untuk datang?

Kita menggenggenggam semuanya terlalu erat. Padahal kita tau, sebab dari genggaman yang terlalu eratlah tangan menjadi sakit, dan apa-apa yang digenggam itu pun tak pula merasa nyaman.

Saat merasa hilang, kita merasa berhak atas semua kesedihan dan kepiluan. Padahal, mereka yang berdiri satu jengkal dari kita pun berhak atas kesedihan yang sama. Namun, mereka tak mengambil semua bagiannya, demi memenangkan perasaan kita.

Saat jatuh, kita kira lutut kita saja yang berdarah. Sementara, diujung sana mereka yang jatuh justru pulang tanpa lutut sama sekali. Tapi mereka masih berbahagia, karena satu kaki pun dirasa cukup untuk menopang segala beban diri.

Saat mengklaim bahwa seseorang telah lancang menyakiti, kita lucunya malah menghidupkan dendam untuk memadamkan semua api. Padahal kita tau, justru dendam lah yang tertawa paling lantang menyaksikan kita terbelenggu rantai kebencian yang terapaut tahun demi tahun, generasi demi generasi, tak berkesudahan. Kita menutup mata, bahwa kita pun pernah menyakiti yang lain, entah sama berat atau bahkan lebih, entah kita sadar atau mungkin juga tidak sadar.

Maka, hari ini, di hari dimana kita sesungguhnya merayakan kebesaran hati dua manusia menakjubkan bernama Ibrahim dan Ismail.

Boleh lah kita mempertanyakan lagi,
"Apalah arti memiliki?", jika diri kita sendiri bukanlah milik kita?
"Apalah arti kehilangan?", ketika sebenarnya kita menemukan banyak saat kehilangan dan sebaliknya, kehilangan banyak pula saat menemukan? (Tere Liye)

Maka, di hari ini, hari dimana kita belajar tentang hidup yang tak hanya soal mengejar apa yang diinginkan, pun tak pula tentang menggenggam apa yang telah didapatkan dengan berlebihan. Kita baiknya telah paham, bahwa dalam hidup,
tidak semua hal harus dimiliki, tidak semua tempat mesti didatangi, dan tidak semua hati dapat kita kuasai.

Mengerti, bahwa kedatangan dan kepergian, kepemilikan dan keharusan untuk merelakan, juga luka dan kesembuhan memanglah dua nuansa yang terus saling mengisi dan memberi esensi dari kehidupan itu sendiri. Bahwa kita memang sudah semestinya memaafkan, sebab diri sendiri yang tak sekalipun terbebas dari kesalahan.

Mensyukuri setiap hal, entah itu soal apa-apa yang dimiliki, apa-apa yang tidak pernah dimiliki sama sekali, bahkan juga apa-apa 'hanya' sempat dimiliki, barang sebentar sekali.

Meresapi, bahwa keadilan tidak pernah bicara tentang takaran-takaran yang sama. Melainkan ukuran yang pas buat semuanya. Sebab baju yang kebesaran justru membahayakan, dan yang kekecilan mengundang perasaan tidak nyaman.

Terus dan terus mengingat, bahwa hidup memang tidak mungkin akan selamanya, dan tugas kita hanyalah berupaya sebaik yang kita bisa.

Maka nikmatilah, dan relakan bila masanya telah tiba.

----

Selamat Idul Qurban,
Selamat berqurban atas perasaan perasaan yang mengganggu kenyamanan hati dan juga kehidupan,

Semangat merayakan Idul Qurban,
Semangat merayakan hati yang lebih lapang dan siap menyongsong lebih banyak lagi kebahagiaan.

(Tulisan pas kekurung di asrama, menanti pak satpam pulang dan membuka gerbang)

Komentar