Social Selectivity

 
Geng RT Yani Mari Mengajar 6


[Sebuah Dilema Bernama 'Social Selectivity']

"Semakin kalian dewasa dan menua, percaya atau tidak, kita hanya akan dekat dan lekat dengan orang yang membuat kita bahagia" dan kelas psikopatologi dewasa bertema gangguan masa tua pagi ini pun, diakhiri.


Maka benarlah, bahkan kita tidak perlu menunggu hingga usia lanjut untuk mengerti, bahwa dalam setiap diri ada yang namanya kecenderungan hati. Bahwa adanya kesamaan minat, nasib dan sejarah masa lalu, benar telah mengaitkan banyak ruang dan waktu untuk dihabiskan bersama-sama. Semacam alasan yang mesti diterima (terutama oleh gadis yang ribuan kali mengutuk pola pertemanan ditempat ia harus menghadiahkan tak kurang 4 tahun kehidupannya), akan keberadaan 'peer' yang seolah seperti memberi pagar pada kita semua, meski lagi-lagi keberadaannya memang wajar adanya.

Akhirnya, mungkin tidak perlu lah kita terlalu mencemaskan, adanya kelompok yang kadang mempersilahkan kita hadir, dan kadang memilih meniadakan kehadiran kita. Karena tidak setiap hati dapat kita menangkan, tidak setiap orang akan menyukai, pun membenci kita.

Namun, mungkin tidak ada salahnya jika sang pagar difungsikan sebatas sebagai penanda, bukan pemisah. Karena pagar yang terbuka, barangkali akan memberi banyak peluang untuk cerita, cinta dan cermin yang baru. Karena yang bersama kita adalah pantulan diri kita sendiri, ya kan?

Tentu, kita dapat berteman dengan siapa saja, namun pada siapa kita akan bebas bercerita dan meluapkan segala rasa, mungkin memang sudah semestinya tidak kepada semuanya. Maka, dengan kenyataan demikian sederhana, tak perlulah kita terlalu takut akan penilaian manusia. Pada cinta dan benci, suka dan tidak suka dan yang selebihnya tak perlu terlalu bersikeras untuk menjelaskannya. Karena yang membenci kita tidak akan percaya, dan mencintai kita sama sekali tak membutuhkannya (Ali bin Abi Thalib).

(Repost Instagram 21 November 2017)

Komentar