Tuan dan Nona : Keberuntungan

"Aku sudah tau,  sudah sangat tau, kau tak perlu mengatakan apa-apa lagi Tuan"

"Benarkah? Lalu bagaimana?" (jawab Tuan sumringah)

"Maaf,  aku menyarankan agar kau mancari orang lain" (bergegas mendorong sepeda menjauhi Tuan)

"Tapi kenapa?" (mengejar nona)

(Nona terhenti seraya menghela nafas) "aku tidak bisa hidup dalam ambisimu,  aku benci ambisi,  aku benci orang yang berambisi,  lalu sekarang kau berharap agar aku dapat hidup bersama orang yang penuh ambisi? Aku tidak tau ada hal yang lebih gila lagi dari ini! "

(Tuan hanya menatap nona yang kini tersenggal-senggal nafasnya akibat teriakannya sendiri)

"Bahkan,  cinta bagimu juga sebuah ambisi, ya kan? Kau ingin mendapatkan orang yang kau cintai,  agar semua orang tau,  kau bisa memiliki semua yang kau inginkan"

(Tuan masih termangu mendengar apa yang baru saja dikatakan oleh nona)

"Bersuaralah saat semua yang aku katakan memang benar" (timpal nona)

(Lalu mereka hening)

"Kenapa kau diam saja? Oh aku paham,  karena semua yang ku katakan tidak benar?! "

(Tuan mengangguk)

"Oh ayolah,  jangan buat ini semua rumit Tuan?! Aku hanya ingin menanam kangkung di halaman rumah,  membacakan dongeng untuk anak-anak dan menunggu suami ku pulang dengan semangkuk sup hangat.  Aku tidak ingin lagi jadi perempuan yang disegani banyak orang,
aku ingin menanam kangkung saja. Dan kau tak mungkin hidup dengan seseorang seperti itu, kan?" (sambil menatap tuan dengan tatapan sedih)

(Tuan masih diam)

"Baik,  sekarang kau boleh bicara,  meski yang ku katakan tidak benar"

"Aku akan menyediakan lahan yang besar dan bibit kangkung yang banyak untuk mu,  kau tak perlu khawatir" (menatap nona dengan penuh harap)

"hah,  kau tak mengerti,  kau sungguh tak akan pernah mengerti! " (langsung meninggalkan Tuan dengan tergesa-gesa)

(Tuan mengejar nona) " Hei hei, kau bahkan belum memberikan alasan,  mengapa kau mengira ini semua adalah ambisi?"

(Masih mendorong sepeda) "Sudahlah,  aku juga tidak suka ada orang yang terlalu beruntung!"

"apa maksudnya? " (raut wajah tidak mengerti)

"Kau mendapat semua yang kau inginkan Tuan,  semuanya. Jika kau mendapatkan aku juga ,  ah...  kau akan membuat orang membeci hidup mereka,  sebab kau terlalu beruntung!  Jadi biarlah, dengan tidak mendapatkan aku,  orang-orang tak perlu benci pada kehidupanmu yang nyaris sempurna itu! "

(Tuan terhenti,  ia berhenti mengikuti langkah cepat Nona dan sepedanya)

"Karena itulah,  kemari,. temani aku,  agar kau tau sisi mana dari diriku yang luka dan hilang" (suara Tuan sangat bergetar)

(Nona menghentikan langkahnya)

"Kau tau mengapa aku memilihmu?  Agar aku tak perlu menyaksikan anak-anakku merasa kesepian, karena mereka memiliki ibu yang senang menanam kangkung di depan rumah,  membacakan mereka dongeng,  dan menyediakan sup hangat bagi ayah mereka. Semua itu,  semua yang tidak kudapatkan, Nona.. "

" Aku tidak ingin mereka kesepian seperti aku" (ucap tuan sambil menyeka kedua matanya)

Nona terhenti,  pikirannya kini berkabut,  dadanya terasa sesak. 


"Nona,  banyak hal yang kuingin pun tak aku dapatkan. Jadi sama saja,  semua orang sama beruntung dan sama tidak beruntungnya.

 Kini,  mau kah kau jadi keberuntungan bagi ku?"

Komentar