Tuan dan Nona : Wanita Pendiam dan Suara Serak

"Senyum apa lagi itu sekarang, Nona?" (Tanya tuan yang keheranan) 


"Oh iya, tidak, maksudnya tidak ada,.  hanya hal yang tidak penting" (jawab nona sedikit gugup)

 
"hmm,  karena penting dan tidak penting itu relatif,  mari ceritakan" (jawab tuan tenang) 


"hah,  dasar kau tukang paksa, oke-oke baiklah. Kau ingat seorang wanita pendiam yang pernah ku ceritakan waktu itu? Pagi ini ku dengar suaranya serak" (jelas nona) 


"Lalu? " (Tanya sang tuan) 


"Hari ini dia banyak bicara, ia tidak diam seperti biasanya" (mata nona berbinar-binar seperti meberi sebuah tanda)


"hmm, lalu kau menyimpulkan sesuatu karena hal itu?" (jawab tuan coba menebak mata berbinar sang nona) 


"Tidak,  aku hanya berfikir. Pada satu titik,  seseorang yang ingin terlihat kuat,  kokoh  independen dan penyendiri sekalipun,  ia tetap ingin banyak bicara saat suaranya serak. Ia tetap ingin agar orang-orang memperhatikannya"


(Tuan hanya angguk-angguk) 


"Kadang,  aku berfikir,  apa dan mengapa manusia sangat fakir terhadap perhatian dari orang lain? Apa karena mereka membutuhkan orang lain agar menjaga mereka? Atau sekedar untuk mempertahankan eksistensi mereka saja,  agar keberadaan mereka mendapat pengakuan dari sebanyak-banyaknya orang ?" (ungkap nona) 


(Tuan masih mengangguk,  namun kini sambil tersenyum) 


"Tapi,  balik ke soal wanita pendiam tadi. Apapun itu,  aku senang,  sedikit demi sedikit ia mulai membuka sisi lemahnya,  bahwa ia membutuhkan orang lain. Setidaknya, untuk sekedar bertanya  'ada apa dengan suara mu ?' 'apa kau baik-baik saja'. Menurut ku  itu sungguh bagus dan menyehatkan baginya" (jelas nona lagi dengan suara rendah) 


"Menyehatkan karena itu membuatnya tau,  bahwa orang-orang juga memperhatikan kehidupannya?" (tanya tuan lembut) 


"Tentu saja" (balas nona juga sambil tersenyum) 


"Lagipula,  jika aku perhatikan,  kebanyakan teman-temanku atau mungkin juga aku,  juga banyak bicara saat suara serak. Padahal rasanya tidak enak,  tapi tetap saja,  kebutuhan untuk diperhatikan sepertinya jauh lebih penting. Lucu sekali ya?" (nona kembali tertawa dengan ucapannya sendiri)


"Haha,  lucu seperti kau yang tidak henti-hentinya memikirkan apa yang orang lain pikirkan" (jawab tuan sambil mengacak-ngacak rambut nona dihadapannya)


"Haha,  benar juga,  kadang aku juga berfikir,  apa aku bertanya hanya agar aku terlihat hebat,  di hadapan mu" (ujar nona sambil menatap tuan) 


"Oh benarkan? Jujur saja,  aku suka pernyataan itu. Tapi sungguh,  tak perlu repot-repot nona. Eksistensimu,  nyatanya telah mengisi hampir semua ruang-ruang, dalam diriku"


Obrolan sore itu,  obrolan di balkon kanan yang menghadap ke danau. Satu lagi, tuan dan nona,  di sore menuju malam.

Komentar