[Tuhan telah mati, dan kita yang membunuhnya]

"Menyeringit"-waktu liburan di tidung sama tiara
Tuhan telah mati, dan kita yang membunuhnya - Nietzsche

Kita marah, saat penemuan bumi bulat teruji lebih masuk akal, tapi beberapa orang yang merasa punya kuasa untuk memaksakan semua kebenaran sesuai kehendak hati menentangnya, kita marah

Kemarahan yang pada kadarnya membuat kita memilih melakukan kemajuan dan peningkatan.

Namun, tanpa sadar kita mulai marah dengan berlebihan. Marah yang tidak lagi mengilhami kita untuk bergerak menciptakan karya, namun meniadakan segala yang kita rasa mampu meluapkan amarah itu. Tidak peduli benar atau salah, karena kita sedang marah. Dan yang lain harus mengetahui itu.

Sama seperti hal-hal pahit yang dulu pernah kita alami, kita marah, jadi semua orang harus mengalami hal yang serupa. Tidak peduli bagaimana, karena kita sedang marah, semua cara jadi lumrah.
 

Itulah, saat kemarahan kita tidak lagi melindungi. Malah menyakiti dan bikin diri hilang kebijaksanaannya.

Ungkapan Nietzsche barangkali ada benarnya, entahlah apa ia sedang marah atau tidak saat mengatakannya.
Kabar baiknya, kita diberi pilihan di banyak situasi dalam hidup. "Kita yang membunuhnya" adalah pilihan dari kita yang bersepakat meniadakannya. Kita yang tidak memilih untuk menghidupkannya di hati kita

Soal apakah amarah, kekecewaan atau kesedihan yang mendasarinya, kita bisa bicarakan lain waktu. Itupun kalau kita mau.

Tempat ini tidak luas, tidak seperti bumi yang ternyata juga bukan merupakan pusat tata surya. Tapi cukup untuk mengajari kita (terlebih yang nulis tulisan ini) membuat pilihan demi pilihan. Menyusun strategi bagaimana caranya agar kemarahan tetap pada kadar yang mendewasakan dan mengundang lebih banyak lagi kebaikan.

Soal kita ingin menghidupkannya atau tidak, terserah saja. Tidak ada yang memaksa, karena ini bukan soal apa-apa atau siapa-siapa. Ini soal kita dan ketenangan hati kita sendiri.

Hati yang jangan sampai lebih banyak marahnya daripada tenangnya.
Apakah disini atau tempat lain, lagi-lagi juga terserah saja. Itu hal yang tidak perlu buang buang energi mendebatkannya. Yang perlu dipastikan adalah hatimu tenang, hidupmu damai.
Itu.
Itu saja.

Meski diakhir hayatnya,
Nietzsche bertanya "bukankah permintaan kita itu terlalu muluk?" (Permintaan mematikan Tuhan).
(Repost Instagram 4 Februari 2018)

Komentar