KEUNTUNGAN MENJALANI RAMADHAN DENGAN STATUS MAHASISWA

lokasi : Mesjid Ukhwah Islamiyah UI


Suatu hari di sebuah mesjid "oakk... oaak.. ibuu.. ibuu" (ceritanya suara bayi menangos, kejer banget, ga ketulungan). Tidak lama kemudian, seorang perempuan keluar dari saf sholat, terpaksa menunduk-nunduk melewati batasan saf demi menuju si sumber suara. Sebelum suara lebih keras dan mengganggu jamaah lainnya.

Yash, Ramadhan itu identik dengan mesjid yang penuh, semua orang (muslim, yang merasa terpanggil dengan surat Albaqarah 183) berlomba-lomba, enggan melewatkan kebaikan si tersangka Ramadhan ini. Termasuk para bunda-bunda yang selama ini berkutat dengan bayi-bayi yang apa boleh buat, pasti mengintili kemana saja pergi.

Karenanya, ramadhan pun identik dengan mesjid yang dipenuhi suara bayi bayi menangis, bayi bayi terkapar di lantai (ketiduran sakin lelahnya nungguin bundanya kelar tarawehan), dan bayi bayi berlarian yang seringkali mengundang omelan bunda-bunda yang sudah berusaha keras menjaga intonasi suara sejak siang (sabar bun :'v).

Tapi, diantara jemaah yang beragam itu ada juga sosok-sosok yang adem ayem (yang sakin ademnya sering kehilangan kesadaran saat melakukan ibadah) , gak ngaruh mau ada bayi nangis se kejer apapun, gak peduli ke mesjid bawa uang atau enggak, mandi atau enggak, yang penting kipas angin mesjid nyala, dan paling bahagia kalau ada kupon gratis ala ala untuk mengisi perut yang lapar, kupon yang kalau bisa dapat dua (buat sahur sekalian) yang diminta-minta dengan mata kucing dan muka memelas yang amat khas, siapakah mereka? YES, NAMANYA MAHASISWA (Khususnya mahasiswa yang ga ada embel embel lain *ya halusnya jomblo lah*)

Kalau dipikir pikir enak banget ya jadi mahasiswa, meskipun sering dilanda penyakit kanker (kantong kering) dan bucin (budak cinta) yang mengerikan, atau selalu dikejar-kejar laprak, makalah dan materi uas yang memaksa begadang (soalnya ngerjainnya deatline karena waktu senggang digunakan untuk menuruti gangguan gangguan bucin yang sulit diminimalisir) , tapi mereka sepertinya harus banyak-banyak bersyukur.

Kenapa? Karena mereka masih menyandang gelar sebagai makhluk yang bebas. Makhluk yang sangat sangat bebas terutama dalam upaya memenangkan si Ramadan yang menggiurkan ini. Bebas mau di mesjid dari pagi sampe pagi lagi, dari tanggal 1 ke tanggal satu lagi (ni marbot kek nya nih). Bebas mau tilawah satu, dua bahkan sepuluh juz sehari (asal jan lupa uas, dan hakikat diri sebagai makhluk sosial ya wk). Bebas safari mesjid (yang paling banyak ngasih takjil) tiap malam. Bebas mau terjaga di malam malam dengan tenang, karena belom di kintilin bocah-bocah, dan gak mesti lembur karena wajib kerja nafkahin orang rumah.

Yashh semua keuntungan yang boleh jadi gak kita rasain saat status kita berganti, entah jadi buruh perusahaan x, atau ibu x, bapak x dll. Alig sih kalau dipikir-pikir, WE ARE SO LUCKY GUYS!

Bisa masuk seminar a, b, c, d tanpa bayar, alias gratis, cuma dengan menggadaikan status mahasiswa (yang padahal sering membuat kita merintih guling guling gatau ni penelitian mau diapain lagi). Kurang duit tinggal buka line, akun pencarian pengajar private, akun beasiswa x, y, z, 0,1,2,3. Atau kalau seret banget, ketik ketik nomer di hape "Ma, ada rencana ke ATM ndak dalam waktu dekat, hehe" (dan terjadilah modus berhadiah uang yang dipelopori rasa iba, yang seketika memenuhi atm kita).


Jadi, meskipun dipenuhi sesak tangis karena si dosbing makin hari makin sulit dilacak keberadaannya, meskipun si doi yang makin ditunggu makin ga jelas kapan bakal mampir lagi, meskipun suara suara dari rumah terus bertanya "Kapan mama diundang ke kampus kamu nak?" (nanya wisuda -_), apapun itu jenis kesulitan kita, satu hal yang kita jangan sampai lupa, BERSYUKURLAH.

Sebab kita masih bisa bebas melenggang kemanapun mau tanpa dikintilin makhluk-makhluk ileran yang sering menguji kesabaran itu. Belum harus terjaga di malam hari buat nemenin bayi bayi kelaparan dan gak mesti disibukan aktivitas ngelapin kasur basah hasil toilet training si bocah. Gak mesti terhambat pergi tarawehan karena tugas shift malam, gak mesti batalin sholat atau bahkan mengurungkan niat ke mesjid lantaran si bocah yang sulit sekali diminta duduk manis.

So, Sebelum masa-masa itu tiba, gak ada salah nya kita manfaatin waktu-waktu sekarang, waktu-waktu dimana kita hanya diminta membenahi diri sendiri, untuk benar benar mendekatkan diri pada Dia yang paling mampu mengabulkan semua keinginan keinginan kita, baik keinginan untuk lulus, selamat dari dosen X, berprestasi keluar negeri tiap hari, plus memenangkan hati si doi yang membuat penyakit bucin sukses menggerogoti.

Semua supaya kita berhasil dapat gelar sebagai hamba yang bersyukur, hamba yang tau bagaimana cara mengucapkan terimakasih atas banyaknya nikmat yang diberikan.

Karena kita tau, kita tak pernah punya banyak waktu selain memulainya hari ini, saat ini, dengan status yang ini.

Terakhir, selamat memulai, mulai memanfaatkan status mahasiswa untuk menuai sebanyak-banyaknya keberkahan di bulan mulia, bulan ramadhan yang sudah hadir di pelupuk mata.

Hasan Al-Bashri berwasiat, “Jangan sekali-kali menunda-nunda karena kamu adalah hari ini bukan besok.” Beliau juga berkata ,”Apabila kamu memiliki esok hari, maka penuhilah dengan ketaatan, sebagaimana hari ini yang kamu penuhi dengan ketaatan, sehingga bila kamu tidak lagi hidup di esok hari, maka kamu tidak akan menyesal atas apa yang kamu lakukan hari ini.”

(Repost Line 19 Mei 2018)

Komentar