Munculnya Sifat-Sifat Baik

bocah-guru ngaji-(calon) ibu shalihah di Shongkla

Kita agaknya sering melakukan pembelaan atas : "w emang keras kepala anaknya", "Ya, mau gimana saya tu minder-an orangnya", "Pokoknya susah deh, maafin orang tu udah jadi kelemahan aku dari sananya", dengan mereka sang pewaris ahli (read : orang tua), sebagai tersangka utamanya.

Sebenarnya hal ini tidak salah, karena kita akhirnya mengetahui bahwa kita turut kebagian sifat sifat biologis dan psikologis bawaan, sebagai hasil dari menjadi 'keturunan'.

Tapi begitulah kita, seringnya ingat bagian yang kurang menyenangkan saja. Sejenak, kita patut merenung, jika sifat-sifat keras kepala, minder, susah memaafkan (dkk) itu datang dari mereka, "lantas dari mana sifat dermawan, peka terhadap perasaan orang lain, pantang menyerah, suka mencoba hal baru dkk itu kita peroleh?". Mungkin beberapa saat kita akan nyengir, "iya juga yah".


Jika sifat sifat kurang baik itu turunan, lalu apa bedanya dengan sifat-sifat baik yang kita miliki saat ini? Maka kini, bolehlah kita banyak mengatakan" Terimakasih" pada mereka yang telah menyumbang banyak sekali sifat baik, dan tentunya usaha terbaik dalam mendidik dan membesarkan kita, hingga jadi seseorang seperti hari ini.

Meskipun beberapa literatur mengatakan sifat bawaan itu sulit bahkan tidak mungkin diubah, percayalah bahwa Tuhan telah menitipkan kita kemampuan beradaptasi yang baik, pengalaman" baru yang membuat kita senantiasa memperbaharui cara pandang dan cara berperilaku, yang nantinya jadi bentukan sifat baru yang juga kita wariskan (jadi pastikan mewariskan yg baik yah). Itulah kenapa tidak ada orang tua dan anak yang mirip 100%.

Jadi, sekarang kayaknya waktu yang tepat untuk bilang "Makasi yah, bun, ma, pa, umi, abi" (dalam kata-kata, doa dan perbuatan yang nyata menyenangkan hati mereka). Sebab kita mengerti, berkat kebaikan mereka pula lah, kita ada, tumbuh, dan hidup dengan banyak sekali kebaikan, sampai saat ini, dan semoga seterusnya :') .

(Repost IG 24 Juni 2018)

Komentar