Abstraksi kala dirumahaja

Ini Senin, semua tentang senin adalah semua tentang memulai hari baru (semoga)
11 Mei 2020

jangan sampai yang punya rumah melihat ini


Agaknya dimasa seperti ini kembali dekat dengan kawan-kawan lama menjadi fungsi laten tersendiri dari hastag #stayathome yang membanjiri media.

Mulai dari yang masih setengah dekade seperti konco-konco SMA, sampe yang sudah bisa reuni 1 seperempat windu yakni rekan sejawat masa alay kuadrat (re : SMP). Asik sekali rasanya bisa kembali mengenang semua kebodohan, kegibahan dan cerita transformasi teman-teman sekelas setelah 10 tahun lamanya. Yang sudah jadi dokter muda, jadi pegawai swasta, sudah tamat s2, hingga yang kerjaannya tak boleh disebut karena sedang menjadi intel negara. Ah, tidak ada yang lebih menyenangkan selain bisa memutar memori lama yang sungguh tak usah repot untuk ulang dilakukan atau diperbaiki. Semua indah, seperti seharusnya. Meski memang, untuk mendapatkan kacamata seperti hari ini, kita harus berbaik-baik pada waktu. Karena hanya ia, yang mampu.

Lain lagi dengan semua keisengan yang sebelumnya tidak pernah terpikir untuk dilakukan. Sebut saja berkebun, mencoret-coret dinding dan membuka buku tahunan ataupun diari lama. Sungguh, mana sempat kalau lagi sibuk mengejar dunia?

akun cobacerita kepameran memang mantab

Agenda berkebun yang menular, mengular diantara konco SMA yang mulai menekuni hal yang sama untuk kemudian pamer tumbuhan. Yea, sebelumnya mana pernah kita bangga punya tumbuhan? Tidak ada yang menyebut berkebun sebagai pencapaian dan tentu tidak usah merasa harus menuliskan pengalaman berkebun amtir di bursa pamer profesional linkind ya kan?

si bapak arkeolog juga tak mau kalah, nunggu ketua geng lagi otw


Tinggal kepasar, seikat bayam seharga patimura juga sudah memenuhi si cacing besar alaska.  Tapi tentu ini beda Hari-hari terus memupuk harapan akan bayangan memakan sawi yang disaksikan pertumbuhannya 3 bulan terakhir. Hmm, pasti enak bukan main. Bukan sawinya, tapi panen kesabarannya.

Lain lagi dengan melukis, atau sebenarnya menumpahkan cat tanpa aturan untuk melihat seberapa banyak pola dan teksture yang dapat dirasakan. Rasanya semua teori psikologi tentang seni dan kesehatan jiwa jadi tidak penting. Kita tau, ini ilmu praktek, tidak usah pusing-pusing membuka halaman archetype ala Jung untuk mengetahui seberapa jauh analisis akan hal ini bagi sebagian orang.

si ayam udah dikandangin biar gak kena korona dan belajar menikmati kandangnya


semua teksture dan warna yang asik kalau diamati lebih dalam


anak tk for laif

sentuhan narsisme agar hidup tetap berlanjut


Bukan soal bagus atau seberapa bernilai seni keabstrakan di dinding. Tapi tentang bagaimana menikmati dan mengilhami serangkap corak tidak beraturan yang sudah terlanjur mengisi tembok yang sepi. Edit lagi, edit lagi tidak apa. Sampai suatu hari rumah harus dijual dan semua warna-warna itu menjadi putih, itupun juga tidak mengapa. Dinding dan sebuah dimensi dinamis dalam warna. Tidak perlu sungkan, warna adalah warna yang tidak perlu didefinisikan atau ditolak keberadaanya.

Abstraksi terakhir adalah membuka buku diari lama dan buku tahunan yang sudah mulai lengket saat dibuka. Memanjakan pikiran dengan memori yang menyenangkan. Ah selalu saja manusia mendewakan memorinya. Tapi, selagi punya mungkin tidak ada salahnya, toh itu juga yang menjadikan kita masih menyala : memori indah tentang semua yang sudah diterima, sedih dan bekunya, tawar dan wanginya.

squad guru kehidupan yang dulu abis kena gunjingan (plus bang martin supir dan pacar kesayangan wkwk)

Semua abstraksi yang selagi bisa, maka tak apa,
asal kita tetap tenang dan mulai senang #dirumahaja.








seberapapun bercorak kita, selalu ada satu corak yang selalu betah dipandangi hingga besok pagi


Komentar