Klise yang berarti : Adab sebelum ilmu

Selasa, 12 Mei 2020
Berbunga-bunga seperti biasa

Setelah mengikuti serangkaian kelas online berbayar, ya bagian berbayarnya harus di highlight mengingat sifat manusia yang "take for granted" sehingga apa-apa yang didapat tanpa usaha dan pengorbanan mudah hilang dan berlalu bergitu saja. Setelah tidak sengaja mengikuti satu dari mungkin 3 seminar via zoom (angka yang sangat kecil memang dibanding berjibunnya acara serupa), lalu didalamnya dipasarkan sebuah kelas online via WA (yang tak dapat dipungkiri membuat tertarik), lalu seorang teman yang iseng diajak masuk seminar itu (karena kebetulan nge-wa pas lagi seminar, jadi biar gak berisik kasi aja link zoom-nya) langsung mendaftar tanpa tapi, dan mendaftarkan temannya yang ketika itu sedang dilanda krisis ekonomi. Kebetulan yang selalu asik, mungkin kalau dia gak masuk dan terketuk langsung daftar, ide ikut kelas itu akan langsung melayang karena faktor yang tak perlu lagi dijabarkan.

Katanya "Uang bisa nanti, tapi ilmu ini belum tentu ada lagi". Ah, memang benar pepatah seorang kawan lama, tidak penting seberapa banyak teman yang dimiliki, yang penting itu ada yang bisa mengisi dompet (dompet hati dan jiwa juga maksudnya wkwk).

Kata yang cukup mengusik dari ustadz gokil yang bergerak dibidang "pengasuhan ayah" ketika sesi via zoom waktu itu adalah Hutang pengasuhan. Hmm, term yang menarik (semoga penulis blog ini dijauhkan dari malas sehingga bisa rangkum-rangkum disini nanti)

Dan memang, ketika manusia merasa tertarik dan penasaran semua agenda memaksimalkan usaha meretas dan memuaskan rasa tertarik serta penasaran itu jadi tak tertahankan. Jadilah setiap hari menunggu kelas itu, dan ketika kelas itu dimulai rasanya harus sekali siap jiwa raga (mesti sebenarnya cuma di laptop aja, tanpa ada yang memperhatikan), tidak ingin terlambat, pakai baju rapih, selesai semua tanggung jawab, semua paparan penting disambat dicatat, dan tugas-tugas dikerjakan dengan bersemangat. Baru sadar, kenapa adab ilmu sepenting itu, karena cara kita memperlakukan ilmu akan mempengaruhi seberapa asik proses ilmu itu diterima dan lekat nantinya. Juga poin baju rapih sebenarnya juga sesuai sama satu penelitian psikologi tentang pentingnya pakaian (pengkondisian) dalam memaksimalkan apa yang sedang dijalani (semacam alasan, kenapa ada ide untuk pengadaan seragam sekolah, seragam pns, baju kemesjid?).

Dua hari ini jadi terasa lebih..bermakna. Disamping ilmunya yang memang sangat, sangat, sangat dibutuhkan dan rasanya pengen diteriakkan keseluruh penjuru dunia agar seluruh umat manusia mengetahui dan mengamalkan wkwk (oke ini alay), yang lainnya juga ikut berubah, cara memperlakukan hari dan setiap jam yang tak boleh lewat begitu saja (ditambah abis baca tentang activity tracker yang bikin cukup semangat : buat ceklist99x kwkwk), ngantuk pun mangkir meski tidur rasanya kurang sekali (soalnya dari dengar sebuah ceramah yang ustadnya adalah dokter yang suka cerita soal hidup sehat, dibulan puasa justru satu doa yang tak boleh lupa dipanjatkan adalah agar dikuatkan meski tidur sedikit, soalnya memang dibulan puasa inilah kalau mau ambil jatah sedikit tidur malah dilegalkan untuk maksimal ibadah *tp tetap bukan begadang).

Baru kerasa, sesederhana kita memperlakukan sebuah ilmu bisa mengubah begitu banyak hal.


Kadang adab itu mirip jamur baik, sekali tumbuh mudah menyebar disegala kondisi situasi


Ah, jadi sedih, hampir setengah dekade kuliah, ilmunya udah mental kemana aja yah?
Semoga bisa dijemput lagi, dengan adab yang lebih baik :")

Komentar