Maafkan dongeng-dongeng kita

Satu malam lagi bersama Ramadhan
Jumat, 22 Mei 2020


Setelah mengikuti sebuah kuliah online bertajuk "Psikologi pemaafan", jadi terusik dengan salah satu alasan yang dikemukakan narasumber tentang 'mengapa memaafkan menjadi sangat sulit?'. Jawabannya adalah karena kita kekurangan contoh dan cerita-cerita tentang pemaafan itu sendiri.

Kita bisa merefleksikannya lewat dongeng, legenda atau hikayat lama yang beredar di masyarakat Indonesia khususnya. Mulai dari Malin kundang, Sangkuriang, legenda Surabaya, Roro Jonggrang hingga cerita asal muasal danau Toba, tidak satupun dari ke-6 cerita populer itu yang menceritakan tentang pemaafan, sebaliknya semuanya merupakan kisah tentang balas dendam. Bahkan jika ditelaah pun hikayat lainnya dari berbagai Indonesia, maka memang sedikit sekali yang menceritakan tentang betapa penting dan indahnya 'memaafkan' yang merupakan salah satu aspek terpenting dari kehidupan bermasyarakat. 

Mengingat cukup tingginya angka etnosentrisme penulis tulisan ini (wkwk), maka bolehlah kita ambil contoh kisah Malin Kundang yang agaknya menjadi cerita yang diketahui hampir seluruh kalangan anak SD negeri tahun 2000-an keatas (sepertinya sih, soalnya ada di buku cetak bahasa Indonesia seluruh sekolah negeri haha). Yak, klimaks cerita ini adalah ketika ibu malin kundang mengutuk anaknya menjadi batu. Sekilas, mungkin ini menjadi kisah yang bagus (terutama bagi orang tua) untuk menegaskan betapa tidak baiknya menjadi anak durhaka. Yak, cerita yang praktis bin favorit untuk orang tua agar mengajarkan sekaligus memperingatkan anaknya agar tidak melupakan jasa-jasa orang tuanya (in hard way). Sehingga, semakin sering cerita itu dipedengarkan mungkin semakin membuat anak-anak melihat orang tua sebagai sosok yang membuat mereka powerless (karena sewaktu-waktu bisa saja mengutuk mereka menjadi sesuatu yang tidak dapat dikompromikan).

Tapi, bagaimana jika kita pergi ke masa lalu dan mengubah klimaks ceritanya, bagaimana jika orang tua (ibu) Malin Kundang memaafkan anaknya dan tetap sabar dengan perilaku buruknya, hingga suatu hari malin kundang berubah menjadi saudagar dermawan yang terkenal diseluruh negeri. Mungkin, kisah Malin Kundang akan berubah haluan menjadi cerita bertema "kesabaran orang tua yang mengubah dunia". Ya, kisah orang tua yang memaafkan dan sabar, mungkin akan menjadi varian baru untuk memunculkan insight pada setiap anak yang mengetahui cerita ini bahwa "kasih orang tua memang sepanjang jalan" dan yang paling penting "belas kasih itu bisa mengubah segalanya". 

bahkan sekalipun belum pernah kesini, pantai air manis yang kemanisan akibat tumpahnya teh manis teman makan umat manusia sejagad raya kali ya wkkwk


Entah apa yang terjadi dengan segala dongeng kita yang bertajuk balas dendam. Entah apa memang petuah "Bad news is a Good news" itu sangat mendarah daging sehingga segala yang mengandung unsur negatif jadi lebih digandrungi, atau memang jauh sebelum cerita Malin Kundang muncul ke muka bumi segala tentang maaf memang masih minim contoh hingga tak masuk akal untuk diceritakan atau dijadikan kisah yang diwariskan.

Yeah, maka sebelum sederetan PR memaafkan kita di atas dunia, marilah pertama-tama kita maafkan segenap dongeng-dongeng bertajuk balas dendam yang hilir mudik mengisi ingatan masa kecil. Meski memang, exposure yang yang begitu mantab dari cerita-cerita itu sekalipun tak mampu kita temukan relevansinya dengan kehidupan dewasa yang memaksa kita suka tidak suka mendahulukan maaf, ketimbang dendam kesumat yang menyalakan semangat (semu).




*Hmm,.. agar exposure cerita-cerita memaafkan ini kian syahdu di kalangan anak-anak melek layar di masa depan, mungkin bisa diselipkan melalui iklan-iklan (salah satunya yang sudah dilakukan iklan marjan wkwk) atau konten-konten yang akan dipasarkan di media internet nantinya. Jadi, setidaknya tanpa sadar dan perlahan-lahan paparan itu menjadi bagian diri dan mampu dihayati sebagai cara menghadapi dunia (yang penuh drama dan manusia dengan perilaku tidak seirama didalamnya).  \

Semoga


Dimulai dari ubah cerita, ubah dunia!

Komentar