SMA oh SMA...

gara gara buku kuning

Di hari Buruh, untuk merayakan menyatunya para buruh sekolah (yang seringkali diupah gorengan dingin) hingga waktu yang tidak ditentukan
Jumat 1 Mei 2020

Setelah kisruh buku kuning yang penggilirannya membuat perpecahan dunia (karena sekarang semua berebut ingin memegang dan yang mengisi pertama kali merasa paling berhak duluan membaca karena buku itu kini sudah banyak isinya). Yak, buku berisi jurnal perjalanan 13 personil anak SMA susah move on tentang kehidupan kampusnya itu kini sudah memasuki tahun ke-lima dan bergulir pada 9 orang penulis belum tersohor, dengan beberapa diantaranya sudah lulus dengan tidak tahu dirinya wkwk. Sebuah buku yang kini menjadi misteri (kecemburuan) bagi angkatan osis lain dan membuat kohesivitas bin exlusivitas remaja ketuaan susah move on ini semakin menjadi-jadi.

Pada suatu malam seorang anggota  personil ini lantas mencetuskan ide impulsif lain karena tidak kunjung mendapat bagian menulis (karena syarat aneh dari buku yang harus dikirim antar pulau *gak boleh langsung dikasi meski ketemu pas lebaran, dan kelemahan disiplin penulis yang terkadang mengendapkan buku itu setahun lamanya). Ia mencetuskan sebuah media untuk menuliskan kisah bersama, pada media sosial bersama, yang nantinya akan hanya menjadi kebahagiaan bersama. Ide itu mendapat sambutan baik, dan seperti biasa "Ngide di Indonesia = jadi tumbal".


buku kuning yang kasian karena diendapkan bersama skripsi hingga hari kelulusan teman kurang asem


Niatnya sederhana, mengisi waktu. Dan yaa, katanya kini dunia sedang mencetak sejarah : pandemi. Maka, jika kita tidak akan mampu menjadi sejarah bagi dunia yang besar, kita cukup menjadi sejarah bagi dunia yang ingin kita besarkan. Setidaknya, suatu hari cerita itu bisa kita baca, bisa kita pelajari, dan disyukuri di hari yang lain

Media itu dibuat, instagram dengan follower yang sangat sedikit dan password yang dapat diakses semua anggota sudah didepan mata.

Tertumbal seperti biasa, sebagai pemilik nama di abjad awal. Baiklah, setidaknya tulisan ini tidak membutuhkan riset. Hanya ingatan dan sebuah alarm nostalgila yang agak berbahaya. Ya, meski nanti ingatan itu adalah hayalan atau persepsi salah belaka, maka itu pun tak apa. Ini hanya langkah gagal move on yang makin konkrit dari hari ke hari dari masa SMA yang sungguh menyenangkan karena dimiliki secara bersama.

"Hmm, salah satu pengalaman super absurd waktu SMA adalah ketika berkumpulnya manusia manusia soksibuk (a.k.a anak osis/mpk) paska pembagian raport. Saat itu banyak pertumpahan emosi terjadi.

Mulai dari yang terhenyak di pojokan karena ranking turun, ada yang dari becanda sampai kesel beneran gara gara banding bandingin nilai yang paling jelek : "ndee duo kapalo anam haa" (seketika disambar oleh yang lain) "ang lai duo anam, den tigo merah haa, baa caro pulang lai ko" dan ada pula yang bingung bin merasa bersalah karena secara ajaib semua nilainya aman dan cenderung naik.

Nah disaat itulah momen setelah pembagian raport merusak pertemanan (dan memberikan pelajaran betapa pentingnya memiliki sobat sobat sesama pecundang agar merasa tak terlalu terhinggal di dunia yang kejam)"-Cobacerita


Begitulah, cerita itu sedikit mengingatkan tentang acara kabur fenomenal dua bulan lalu dengan alasan paling mutakhir "butuh berkumpul dengan para pecundang lainnya" pada ibu dirumah yang sudah tidak meragukan lagi jika anaknya berkumpul dengan orang orang lama ini.

Setelah obrolan yang panjang waktu itu, sungguh memiliki teman-teman pecundang merupakan harta karun yang tidak akan rela kita tukarkan dengan apa saja. Karena bersamanya, menjadi pecundang pun tidaklah perlu  sulit diakui hingga diri benci dirinya sendiri. Sederhana, "karena kita semua pecundang" dengan kekonyolan  keabsurdan serta kegagalan menjadi manusia dewasa di kondisi masing masing (emosi berantakan, gagal keren di depan doi dan doidoi yang memberikan validasi sosial, kemandirian hanya di angan-angan, kemiskinan tiada henti, orang tua tidak pernah tidak kecewa serta cinta yang tak kunjung hadir dipelupuk rasa).

Suka kepikiran, kita harusnya berterimakasih sama orang-orang yang pernah ranking terakhir dikelas, atau sama orang yang kalah dalam perlombaan. Mereka menyelamatkan kita dari setidaknya cercaan orang rumah karena ekspektasi mereka menggelepar-gelepar tidak mampu dipenuhi anak yang sudah susah-susah dibesarkan, atau itu merupakan penyelamatan dari kemerosotan self-esteem yang tidak tertahankan. Sebagai yang pernah merasakan keduanya, yaa sama-sama.. dan makasi gaes wkwk.

Sebuah obrolan lain yang cukup asik bersama personil 13 ini adalah saat kita berandai tentang bagaimana pertemanan yang akan didapatkan anak-anak (beruntung karena punya sepaket om-tante yang mau tidak mau harus mau direpotkan wkwkw) nanti, akankah mereka menemukan teman-teman genuin seperti yang bapak-ibunya dapatkan?

Akhirnya kita menyerah membahasnya, hanya menyimpulkan "tugas kita hanyalah mendidik mereka agar setidaknya mampu menjadi teman yang baik". Ya, sebuah tugas orang tua yang juga jangan sampai dilupa, karena peran sebagai teman akan mutlak terberi saat seorang anak membuka diri ke dunia luar. Setidaknya ia bukanlah seorang teman yang perlu membuat temannya yang lain mogok harga diri karena dibuli dan dikucilkan dari pertemanan. Selebihnya biarlah mereka,  sebab hanya faktor didikan sebagai teman yang baik itulah yang mampu kita kontrol (udah berasa orang paling bener banget nih pas ngomongin ini, padahal nge-gedein diri sendiri aja masih rusak-rusak wkwk)

 Kesimpulan yang ringan, namun begitu penuh konsekuensi. Semoga, kita bisa yaa gengs :") (kebayang 5 tahun lagi mungkin kalau kumpul udah bawa anak sambil bergunjing tumbuh kembang manusia ingusan suka mengintil itu ahaha)

Satu kisah unik lagi ialah saat  pementasan sebuah drama kehidupan di sebuah jalanan di Jogja. Berakhir dengan obrolan super absurd yang mempertanyakan tentang "kenapa ya kita tu baik sama ini anak (seorangjawara drama queen malam itu), padahal kita gak akan dapat apa-apa dari dia, dapatin dia enggak, nikahin dia enggak, cuma dapat dia pas misuh-misuh, terus pas udah,  diambil sama orang lain" (karena waktu itu juga kabur dengan sangat tahu diri, cuma nelpon dan bilang : "lagi miskin, tolong kontrakan dikosongin, akomodasi selama disana dan  makan ditanggung (titik)). Seperti saat-saat lain ketika uang seret atau pulsa habis, untung selalu ada yang kita tidak perlu merasa bersalah untuk merepotkannya.

Asli itu obrolan yang masih ngakak sampai hari ini. Ya, akibat sebuah perjanjian konyol yang masih teguh dipegang sampai kini "gak boleh ada yang jadi satu sama lain di masa depan" (karena semuanya wajib saling menjaga satu sama lain, dan kalau harus memiliki semua milik bersama). Emang anak SMA aneh-aneh aja kelakuan. Tapi pertanyaan malam itu beneran bikin mikir tentang "apakah ini yang namanya altruisme?". Berbeda sama seseorang yang mendekati kita karena ada keinginan memiliki, bisa aja dia baik karena hal itu. Tapi mereka-mereka ini? Mereka hanya senang dengan tugas saling menjaga dan membuat satu sama lain merasa bahagia.

Ya ampun.. menetess....

Mungkin inilah satu altruisme yang jarang dibahas. Salah satu cinta yang selalu kalah pamor dibanding kisah dua orang manusia cerita romeo-juliet, yap Cinta yang diberikan oleh teman, tidak bersyarat, dan tidak didasari keinginan memiliki.

Semacam alasan kenapa waktu SMA rasanya gak perlu repot-repot punya hubungan romantis, karena setiap hari bersama mereka sudah diatas level keromantisan (dicemburuin berjamaah kalau keliatan ada yang suka, dianter pulang sampe nungguin orang rumah keluar biar tau anaknya kenapa pulang malem, hapal semua silsilah keluarga, bagi dua gorengan dingin super prestis, rela tambah jobdesk karena udah tau sakit masih tetep disuruh datang acara *yang penting disini katanya, bela-belain gonceng tiga biar akhwat rempong bisa bawa motor sendiri,  kalau gak datang dijemputin karena ga percaya alasan apapun wkwk biar ga pada bolos rapat sih gimiknya dan yang terpenting berasa punya banyak pacar dari berbagai cabang ke fakboi dan fakgirlan wkwk)

Meski, ini selalu jadi hal klasik saat sudah membicarakan "yaampun, nanti kalau kita semua udah nikah gimana ya?" (dengan  perasaan campur aduk-harus rela melepaskan), "Kalau bini lo galak, gue gak bisa main lagi dong?", "Nanti suami lu ngekang-ngekang lagi.. gak bisa diajak kemana-mana lu nya" (tentunya semua obrolan ini dalam bahasa minang), atau yang parah mulai jodoh-jodohin anak yang bahkan belum nampak hilal batang otaknya wkkw.

Sampai suatu hari terbentuk kesimpulan,"pokoknya siapapun yang jodohnya datang duluan, wajib, kudu, mesti quality check dulu sama yang lain, enak aja udah capek-capek bertahun-tahun ditemenin, nanti dapatnya yang jelek, amit-amit". Disaat itu rasanya, dunia ini cukup dengan teman-taman lama, teman SMA yang gila, yang menerima semua lebih kurangnya, yang memperlakukan dengan tidak berlebihan, mengatai saat diperlukan, tetap mendengarkan meski suara pendapat dikeluarkan dengan air mata yang sulit dipahami, yang mau menyisihkan bensin walaupun tau itu bensin abis ngantri semalaman akibat kelangkaan, yang tidak pernah meminta kita menjadi orang lain, menjadi sempurna.

Yap, meskipun katanya teman sampai tua nanti cuma satu, agaknya teman-teman lama yang terperangkap bersama sejuta memori yang menegaskan betapa sederhananya kebahagiaan itu datang lebih dulu. Menemani penemuan rasa percaya akan kemampuan diri, rasa percaya pada hari-hari baik, bahkan hari-hari gelap sekalipun yang masih terasa menyejukkan sebab dihadapi bersama. Bilapun kita tidak menua dalam rumah yang sama kelak, seseorang yang serumah dengan kita nanti tentu perlu berterimakasih karena pertemanan ini yang menyebabkan kita lebih siap menemui dunia.

Hah..
Terimakasih kepada Pencipta yang telah mempercayakan waktu dan temu, meski setelahnya semua hanya soal rindu, rindu dan rindu. (yaampun gelii, sok sokwet aneh gini wkwk)

Terimakasih kepada kalian atas kepercayaannya, untuk dunia yang telah bersedia dibagi, untuk semua penerimaan, semua kata "pulang" yang akan selalu tersemat satu sama lain
dan semua yang melengkapi apa-apa yang memang hanya akan didapat dirumah kedua : Sekolah Menengah Atas Negeri 2 Payakumbuh, kampus Flamboyan kita semua.

Sebelum mengguncang dunia, mengguncang sekolah dulu dengan beragam kerusuhan 


Meski berkhayal untuk bersama lebih lama berarti tertinggal di masa lalu dan tidak siaga untuk menghadapi masa depan dipelupuk mata, kalian akan selalu ada, dalam ruang yang tidak akan mampu digantikan siapapun, diulang siapapun bagaimanapun mencoba, hanya akan diingat dalam ingatan yang teduh saat hujan sedang turun.

Ah, kenapa jadi emosyonal,

-dear anak ibu yang baca nanti, nanti kalau kamu bosen main dirumah atau kurang jajan, kurang rekreasi, ibuk akan dengan sukahati biarin kamu main sama om-tante ini. Gapapa direpotin aja mereka wkwkw.


Komentar