Aku Perempuan (Sebuah Monolog : IYLF 2017)


Ditampilkan saat, haflah kelompok 7:  Indonesia Youth Leadership Forum, 19 Februari 2017

Aku Perempuan


Perempuan Bercadar : (kak Hera)
"Aku seorang perempuan,
muslim dan memilih jalan hidupku dengan menutup wajahku, menutup seluruh tubuhku. Tapi, bukan berarti aku yang terbaik. bukan berarti aku lebih baik dari mereka. Imanku, tak berarti lebih kuat dari yang lainnya. Seringkali aku merasa jatuh, merasa ragu, ragu dengan pilihan yang aku ambil. Ragu ketika teman-temanku memanggilku jigong, jilbab gondrong. Ragu ketika mereka bilang khimarku untuk mengepel lantai. Bisa kalian bayangkan ketika orang-orang mengatakan aku teroris? Tapi, aku tetap tersenyum, kucoba supaya mereka memahami. Aku, hanya perempuan yang mencoba menjalankan agama, dengan cara yang kupilih"

Ibu Sosialita : (Kak Devita dan Kak Lathifa)

"Lat, "Hai, Jeng Dev!"
Dev, "Eh ada Jeng Tif."
(Cipikacipika)
Lat, "Kemana aja nih jeng udah lama ga kongkow sama kita-kita."
Dev, "Saya habis keliling Eropa jeng, nih saya beli tas baru."
Lat, "Wah ke beli di milan atau paris jeng?  Saya juga nih habis beli limited edition bag dari craftman di hong kong,  saya udah gamau lagi beli yang pasaran jeng hihi."
Dev, "Ih mantap. Kongkow2 lagi kapan nih Jeng?"

Dev,  suara hati  : "Sebenarnya, apa yang saya banggakan ini tidak ada apa-apanya, saya sebenarnya iri sekali dengan jeng Lat, punya keluarga lengkap, punya suami dan anak yang menemani, sementara saya.."

Lat,  suara hati   : "Hah, saya capek, buang saja tas-tas ini, saya sebenarnya iri sekali dengan jeng Dev, lebih iri ketimbang jeng yang mondar-mandir keliling eropa, saya iri dengan ketangguhan jeng, yang masih tetap tegar, menemani suami bolak-balik pengadilan, apa rasanya jeng, ceritakanlah pada saya.."

Lat, "Saya mah terserah jeng aja, mau hari ini kita kongkow ke paris juga boleh."
Dev,  jeng tif bisa aja, kabar kabari saya ya kalo mau kongkow

Ibu berprofesi TKI : (Kak Yuli)
"aku seorang perempuan, 
mau tidak mau harus terpisah jauh, anakku di Indonesia, keluargaku juga, mereka bilang aku kesini untuk memenuhi tuntutan gengsi, ketika pulang membawa uang yang melimpah ruah. tapi kalian tau, apa yang bisa dihasilkan dari tempat ini, siksaan, perpisahan, kehilangan dan semuanya, ini tidak pernah mudah.."

Seorang Janda : (Kak Noep)
"hati hati dijalan nak, ibu doakan kalian sukses ya!"
pada akhirnya kita harus berdamai dengan kenyataan,
hidup tanpa seorang seorang sumipun nyatanya bukanlah perkara besar.
haah, aku sangat bersemangat pagi ini,

*telepon bunyi *
"oh iya bu, sebentar lagi saya datang, ibu siapkan aja pakaian kotornya, nanti saya bikin semuanya jadi bersih"

Perempuan Muda yang Dipaksa Menikah : (Syifa)
*berbicara pada boneka*
Sekarang, apa yang mesti kita lakukan,
aku takut, 

aku bahkan tidak mengenal laki-laki itu,
jika aku tidur aku takut hingga rasanya ingin membawa pisau,
jika ia mati karena kegamanganku memengang pisau,
mungkin ia akan mati,

lalu kita akan masuk bui,
apa yang mesti kita lakukan?


Istri Tukang Becak : (Kak Mayah)
"Aku perempuan, ibu rumah tangga, punya seorang suami dan 2 anak. Hidup kamu sangat sederhana, suami hanya menarik becak, tapi aku bersukurur, keluarga lengkap, hangat dan setidaknya kami selalu punya waktu makan di satu meja, bersama, setiap malamnya"

Seorang Perempuan Remaja : (Dian)
"Aku adalah perempuan,
anak perempuan lebih tepatnya, hidupku baik saja, ibu ada, ayah.. ada.. tapi selalu sibuk di tempat kerja,
Aku harap aku punya ayah, tapi ia tak pernah dirumah,
Ibu selalu mengeluhkan ketiadaannya,
Ayah jika boleh, aku ingin bermain seperti dulu, seperti ketika pekerjaanmu tak banyak merenggut waktumu, jika boleh, bolehkan ada dirumah sebentar, ajari aku , lelaki mana yg benar2 baik atau hanya memanfaatkan kebaikan ku,

ayah jika boleh, pulanglah sebentar mainlah bersamaku"

Closing : (Kak Silmi dan Ditha)

"Kuusung bangga dengan segala sebutan kami, mulai dari gadis, perawan tua, hingga janda dan bahkan pelacur,

Mereka mungkin hanya mengerti apa yang dapat dilihat oleh mata,

Apa yang didengar oleh telinga,

Dan apa yang terucap oleh lidah,

Tak mengapa, kamipun telah berdamai dengan kenyataan,

Beberapa dari kami mendapat perlakuan yang cukup memilukan,

dihadapkan pada keadaan 'tak punya pilihan'

Namun beberapa merasakan indahnya melahirkan, membesarkan bayi bayi mungil dan itu cukup.

Tapi yang paling sulit dari itu semua, hah..

Adalah terus menerus dijadikan objek,

Selanjutnya, bisa kah kita sama2 menjadi subjek? menjalankan peran masing2 dan ..menciptakan kehidupan yang adil dan damai bagi semua orang?

Semoga

"kami perempuan-dan kami bangga"


Komentar