Jawaban Amoy

Siang itu terik, aku duduk manis dibawah pohon pinus tua yang berdiri kokoh. Pohon keramat yang menjadi saksi hilir mudik pergantian seragam siswa SMP berwarna dongker menjadi abu-abu di sekolah ini. Ah pohon itu, banyak sekali obrolan sok bijaksana diperdengarkan pada batang dan akarnya.

"Amoy, mengapa kita bersekolah jika hanya untuk membuat orang tua bangga?"

Amoy menoleh, entah mengapa hidungnya menjadi gatal akibat pertanyaan itu. Ia garuk hidungnya dengan baju olahraga sisa ekskul barusan

"Ya, lebih baik dari tidak punya alasan" jawabnya datar sambil menatap gerombolan siswa yang masih memainkan bola diujung lapangan.

"Apa kau bersekolah untuk membuat orang tuamu bangga?" tanyaku tak kalah datar, entah, belum ku pikir betul motif pertanyaan itu, mungkin biar ada obrolan saja.

"Hah, Rey, kalau kau begitu, belum tentu aku juga begitu. Kau jangan seret-seret aku, mentang-mentang aku kawanmu" nada Amoy teramat mengejek. Sedikit terkekeh memamerkan gigi gingsulnya.

Ah Amoy, andai aku baru kenal dia kemarin, tak mungkin aku akan bertanya ini itu pada orang ketus dan suka mengejek macam dia. 

Tapi benar juga. Mungkin itulah motifku menanyakannya. 

Mencari kawan, agar tak sendiri dalam pusara pikiranku dua hari terakhir "apa aku bersekolah sekedar ingin membuat bangga orang tuaku?".

Lain waktu akan ku pikirkan dengan lebih serius. Lumayan untuk menambah-nambah pikiran karena materi ulangan besok tak perlu kupelajari lagi. Aku sudah mengerti. 

yang ini yang belum,







Komentar