Bunch vs senpai Freud : Mengapa Manusia Suka Seni?

Tari Nora, Klonghae Floating Market (Juli, 2017)

Kalau kata Bunch (Buletin psikologi yang kalau terbit di rebutin satu fakultas) sih, karena seni ntu baik untuk kemakmuran well-being manusia dalam menghadapi kehidupan sehari-hari.

Kalau kata nya si Bunch lagi, seni juga ampuh untuk mengurangi stres akibat kelelahan disebabkan kesibukan dan rutinitas yang syarat tekanan. "Art Theraphy" adalah salah satu metode terapeutik dari pembuatan seni dalam hubungan profesional antara orang yang mengalami penyakit, trauma atau kesulitan hidup, dan oleh orang-orang yang mencari pengembangan diri, yes, Art Theraphy menjadi salah satu temuan mutakhir bagi bangsa Eropa di abad 20-an.

ini Bunch
Ada banyak jenis Art Theraphy yang tanpa sadar kita lakukan setiap harinya, mulai dari nongkrongin film conjuring di bioskop sampe hantunya viral, ngukir-ngukir nama di tembok tempat wisata (-_-), nyoret nyoret tangan pas dosen lagi pidato depan kelas, nyanyi atau siul siulan sendiri di kamar mandi, nulis puisi buat dikirim ke manding kampus biar doi nangkep ntu maksud hati *ceila* atau ikutan kelas nari jaipongan sambil baca komik Konan edisi nangkep maling sandal dan nge-band ala ala biar di taksir geng chirlider sekolahan. Semuanya, agar (katanya) kita tetap sehat karena punya wadah buat mengekspresikan diri.

Meskipun senpai Freud dengan Armchair Theory (teori yang ditemukan lewat duduk merenung dengan tangan menopang dagu *kata mas ivan) nya mengatakan, bahwa seni adalah bentuk defense mechanism manusia terhadap dorongan Eros (sex) mereka yang tidak terpenuhi, dan ia memberinya nama 'sublimation'. Terimakasih senpai, untuk pemaparannya yang tidak pernah tidak kontroversional.

Well, biarkan Bunch dan Senpai Freud berdebat hingga lelah dengan sendirinya, sementara kita duduk manis menikmati matahari terbenam sambil bergumam "Tuhan, makasi yaa, untuk dunia yang penuh dengan pola, warna dan rasa, untuk setiap karakter dan watak manusia yang lagi-lagi membuat kami tidak mampu melawan ke-Maha Kuasa-an Mu, untuk setiap seni yang mewakili ke-Maha Tinggi-an Mu dan ketidak ada apa-apa-nya kami yang memang adalah ciptaan-Mu".

(Repost Instagram 2 Agustus 2017)

Komentar