Kita Kira

  •  
     
    [Kita Kira Enak Sekali Jadi Dia]
     
    Kita kira jadi bayi itu enak, cukup dengan tangisan, maka terpenuhilah semua keinginan.
    (Padahal, justru merekalah yang paling sering merasa kehilangan. Akibat belum berkembangnya 'objek permanen' dalam dirinya, maka apa-apa yang hilang dari pandangan mata, mereka sangka benar tiada buat selama-lamanya)

    Kita kira jadi bocah itu enak, meski nangis hingga bentak-bentak orang tua, mereka tetap tak akan dilabel sebagai anak durhaka
    (Padahal, bayangkan, betapa rumitnya saat ingin sesuatu, tapi tak tau cara mengungkapkannya, lalu yg terlihat hanya marah yg disertai tangis saja : tantrum)
    Kita kira jadi remaja itu enak, dengan alasan 'mencari jati diri' maka termaklumilah semua khilaf dan apa-apa perilaku yang salah
    (Padahal kita tau, identity confusing tak pernah semudah kedengaranannya. Saat teman dan org tua selalu tarik menarik menciptakan dilema)

    Kita kira jadi orang dewasa itu enak, bebas melakukan apa yang mereka suka. Punya uang dan legal keluar rumah tanpa perlu ngemis izin kepada siapa-siapa (Padahal, banyak org dewasa justru ingin kembali muda, karena besarnya tanggungjawab yg diembankan pada dirinya)

    Kita kira jadi suami-isteri itu enak. Bisa kemana-mana berdua, susah senang sama-sama
    (Padahal, kadang sangat melelahkan saja, hidup dengan dia yang entah siapa, lalu seenaknya menuntut segala hal)

    Kita kira jadi orang tua itu enak, bisa suruh-suruh anak sana sini
    (Padahal, sungguh capeknya bekerja setiap hari memikirkan dia yang uang jajannya selalu bertambah, sementara ia ongkang2 kaki bersama teman2nya)

    Kita kira jadi orang tua itu enak, cuma duduk-duduk di kursi goyang sambil uang pensiunan tetap mengalir ditangan.
    (Padahal, dalam renungannya ada ketakutan akan kemantian yg selalu menghantui kemana saja pergi)

    Kita kira mati itu enak, gak usah mikir apa-apa, gak perlu merasa kesakitan apapun jenis lukanya.
    (Padahal, ayat-ayat itu telah jelas, bahwa proses kematian adalah kesakitan tiada tara yang nabi pun merintih karenanya)

    Karena kita barangkali belum melewati atau sekedar lupa, bahwa setiap fase kehidupan ada krisisnya masing-masing.
    Kecil, besar, tua dan muda, semua ada ceritanya. Jadi ketimbang mengatakan "enaknya jadi dia", mungkin kini kita bisa menukarnya dengan kalimat "enaknya jadi kita". Karena kita telah bersepakat untuk berdamai dengan segala krisis yang ada dan menyiapkan amunisis terbaik, agar bisa melewati semuanya dengan anggun dan bersahaja. Meneriakkan pada dunia, bahwa kita-bahagia-dengan-apa-yang-kita-punya!

    (Repost Instagram 1 September 2017)

Komentar