Pain and painting, beda tipis lah ya!

Momen dupan with Tiara 8, Agustus 2017

[New Year : Lets pain painting our life]


Suatu hari seorang mahasiswi tengil bertanya di kelas yang sedang membahas attachment issue dan hubungannya terhadap kemunculan patologi pada anak, "Mbak ini pertanyaan nyeleneh sih, ada gak anak-anak yang masa kecilnya bahagia-bahagia aja karena orang tua nya pas ngasi segala kebutuhannya, tapi gede nya terkena gangguan juga?". Lalu kelas hening.
"Ada" jawab sang dosen sesaat kemudian.

Percaya atau tidak, kita butuh luka sebagai mekanisme bertahan hidup yang paling konkrit. Pengalaman luka melatih respon kita menghadapi banyak keadaan bahaya, tentunya, di dunia yang penuh kegilaan ini.
Seorang anak yang langsung mendapati ibunya ketika haus, tidak akan pernah menemukan bahwa tangisannya adalah bagian dari kekuatannya. Bocah yang selalu dapat paket lengkap kebutuhan fisik dan psikis dari org terdekatnya pun, akan menderita lantaran kagok melihat kenyataan di kehidupan sosial yg sebenarnya (dari penjelasan mbak dosen).


Jadi, apakah sekarang kita akan berterimakasih pada luka-luka yang pernah kita punya? Karena dengannya kita menjadi kuat dan bijaksana. Dengannya pula kita menjadi paham, ada siklus yang tidak harus kita teruskan pada generasi berikutnya. Berterimakasih pada mereka yang tentu banyak belajar pula, untuk membuat kita yg mereka cinta tidak merasakan sakit yg dulu mereka juga rasakan.

Di tahun baru yang penuh harapan baik ini, sepertinya ide baik untuk mulai berdamai dengan segenap luka yang pernah kita punya. Mengamininya sebagai nuansa-nuansa tak terhindarkan yg membuat hidup kita, berwarna.

#MentalHealthForEveryone
#itsokaytotalk
#FusiPsikoUI19
#tahunbaruhijriah1439h


(Repost caption Instagram 21 September 2017)

Komentar