Awalnya mau dikasi judul Dystopia

Ditulis hari Minggu (meski faktanya setiap hari serasa seperti hari Minggu)
19 April 2020

Yak, masa karantina sudah pasti bikin orang-orang yang biasa ke kafe ngopi-ngopi jadi memusatkan diri ke-segala penjuru situs film gratis tak terperi (tentunya karena nonton adalah wahana hiburan minim usaha). Ya, mau dikata apa, ide produktif dirumah akan meggerus siapa saja yang tidak punya kebiasaan produktif tanpa deatline. Kata seorang teman, kalau dulu orang selalu beralasan gak bisa ngelakuin a,b,c karena gak ada waktu, maka sekarang dengan waktu luang yang semakin membabi buta, apakah para alasan'ers sudah mampu melakukannya? Tidak. Karena akhirnya masalahnya bukan waktu, tapi niat (wkwk, sungguh obrolan seloroh yang menohok).

Tanpa harus susah payah bergunjing tentang orang lain, maka kalimat pembuka paragraf pertama itu (kecuali bagian ke kefe ngopi-ngopi karena sebagai sobat miskin tidak begitu terasosiasi kuat dengan kafe, dan sebagai anak indie gagal tidak begitu suka kopi) sudah jelas ditujukan untuk seseorang yang nulis ini. Ya,akhirnya di masa pandemi ini berkenalan-lah ia dengan situs nonton film online gratis (legal maupun ilegal yaampun :") yang selama ini ramai dibicarakan.

Awalnya pakai situs 'video' yang berbayar karena ada iklan film Gundala yang dari dulu gak sempat ditonton, ya lumayan 10 rebu seminggu (10 ribu untuk film Gundala dan Parasite). Setelah seminggu, lanjut iflix (sebab gratis dan legal) yang sebenarnya udah dikenalkan dulu pas magang karena pengen cari film-film Indo yang keren (karena waktu itu masih idealis kalau pengen nonton harus film Indo). Terus ditengah waktu luang (yang sebenarnya gak luang-luang amat karena sebenarnya masih ada kuliah kontrol diri 6 sks) dan ide baca buku yang entah kenapa jadi makin sulit terealisasi, muncul-lah aha momen untuk menonton segala film yang diangkat dari novel-novel keren.

Dan yah akhirnya berhasil menyelesaikan 3 film bergendre sci-fi yang sejak dulu gak pernah nyambung kalau ada yang ngomongin (dan ga peduli juga sih wkwk, karena hayati yakin film yang bagus adalah film yang salin menemukan *antara film dan penontonnya* bukan yang ikut-ikutan ditonton karena lagi banyak yang ngomongin *hilih sok iye bat lau). Film itu adalah Divergent, Hunger Games dan The Maze Runner. (sebenarnya diantara film itu udah pernah nonton tapi paling sampai film pertama aja). Dan yah, setelah dipikir-pikir ni film udah kayak serial 6-8 episode wkwk.

Tentunya tulisan ini gak akan mereview isi dan moral value dari film-film tersebut, karena tentu sudah ada jutaan tulisan di blog yang lebih berfaedah yang membahas itu wkwk. Tapi yang paling ngena mungkin, 3 film itu jadi mengenalkan sama istilah Dystopia (anti-utopia) *yea bertapa katroknya baru tau itu tahun 2020 (tapi lagi-lagi, siapa peduli? wkwk). Cerita masyarakat yang superkeos, pemerintahan aneh, sifat menyebalkan manusia yang terus terulang, dan yah sesuatu seperti itu. Ketiga film itu mengingatkan sama sebuah artikel yang bilang "Menyalakan lilin disaat kegelapan itu memang baik, tapi jika kita tidak pernah bertanya mengapa tempat tersebut terus-terusan gelap, mungkin ada yang salah juga pada kita". 

Film-film ini seolah menegaskan kalau menjadi pahlawan itu bagus, tapi kedamaian (yang rapuh itu) tidak hanya membutuhkan pahlawan, tapi sistem yang dipahami oleh sebanyak-banyaknya orang yang hatinya cukup bersih (menerima kenyataan kalau sistem apapun yang diciptakan manusia selalu akan ada cacatnya, dan yang terpenting rela untuk terus berubah).

tetaplah di-antara


Well yah, semua distopia-distopian dan segenap film sci-fi yang jadi bikin candu, namun tetap aja ga asik kalau lagi rame-ramenya wkwk.

Oiya, soal pernyataan 'film yang bagus itu film saling menemukan' itu .. mari kita bahas di tulisan berikutnya (supaya yang nulis tetap mau baca tulisannya sendiri sewaktu-waktu jadi jangan sampae mumet kepanjangan wkkw)

Komentar