They Ask Me : "Apa kelebihan kuliah di jurusan Psikologi?"

"Pasangan idaman itu anak Psikologi, ngadepin orang stres aja sabar, apalagi ngadepin kamu". Haha, yaa, ini adalah salah satu quotes nyeleneh yang paling sering ditemukan kalau kita mencari sesuatu tentang psikologi, di mesin pencarian ternama Google. Terlepas dari benar atau tidaknya ungkapan tersebut, kiranya memang ada hal yang dapat dikategorikan sebagai kelebihan dari menjadi seseorang yang berkuliah di jurusan psikologi, kelebihan yang tentu juga dimiliki oleh jurusan-jurusan lain dengan keunikannya masing-masing.

Dua tahun menjalani masa perkuliahan di jurusan Psikologi, agaknya memberikan saya banyak pemahaman baru, tentang psikologi dan kehidupan itu sendiri, ya, karena tujuan utama ilmu psikologi sesungguhnya memang untuk menjadi salah satu cara menciptakan kehidupan yang lebih baik, menurut saya. Hal utama yang saya pelajari di jurusan ini, dan jadi pelajaran yang mungkin belum akan berakhir bahkan saat setelah menjadi pakar di bidang psikologi sekalipun, pelajaran itu bernama "Do Not Judge".


Sejak awal memulai masa perkuliahan, terutama saat masa orientasi, berbagai hal terkait karakter apa saja yang dibutuhkan untuk menjadi seorang mahasiswa psikologi yang ideal mulai ditanamkan, sebut saja respect (kepedulian), trustworthiness (kemampuan untuk dapat dipercaya), open mindedness (pikiran yang terbuka), tidak ketinggalan kejujuran (baik kejujuran secara personal dengan mengetahui batasan diri, maupun kejujuran dalam akademik).

Mama told you - di negeri (agak) paranoid, Juli 2017
Semua karakter itu terus diasah sepanjang perkuliahan berlangsung, di dalam kelas, maupun di luar kelas (di lingkungan perkuliahan itu sendiri). Hal menarik yang saya rasakan ialah, semua karakter ini ditanamkan agar setiap mahasiswa mampu dan siap menjadi seseorang yang tidak dengan mudah memberikan seseorang/sesuatu penilaian negatif, atau lazim disebut judgment.


Pasalnya, ketidaktahuan manusia terhadap banyak hal haruslah membuatnya lebih berhati-hati dalam memberi penilaian. Iceberg Theory adalah salah satu teori yang paling ampuh untuk membuat mahasiswa psikologi, khususnya saya agar tidak terburu-buru dalam menilai seseorang. Dalam teori itu ditekankan bahwa "apa yang terlihat di permukaan hanyalah sebagian kecil, dari sesuatu yang sangat besar yang berada jauh di dalamnya, tersembunyi dan tidak terlihat oleh mata". Seperti gunung es, yang terihat di permukaan laut hanyalah sebagian kecil dari bongkahan es yang berada di dalam laut yang berkali-kali lipat besarnya. Sehingga, ketika misalkan seseorang melakukan tindakan secara universal dinilai buruk di masyarakat, saya dan sebagian besar teman-teman saya mahasiswa jurusan psikologi lainnya, yang saya amati, akan memilih menahan penilaian pertama itu, untuk lebih dulu mencari alasan lebih lanjut, mengapa dan apa motif seseorang melakukan hal tersebut.

Anggaplah seorang lelaki melakukan kekerasan terhadap istri dan anak-anaknya, secara kasat mata, siapa yang menyangkal bahwa apa yang di lakukan oleh laki-laki tersebut salah. Tapi, di psikologi saya diajari untuk tidak menutup mata dari semua alasan yang mungkin jadi penyebab, bisa saja laki-laki tersebut berada dalam mekanisme korban yang secara tidak sadar berubah menjadi pelaku, di mana pengalaman buruknya di masa kecil merasakan hal tersebut mendorong ia untuk turut melakukan itu pada orang lain saat ini, atau bisa saja ia melakukannya saat tidak dalam kesadaran penuh, boleh jadi itu disebabkan oleh gangguan mentalnya yang sering mengambil alih kepribadian aslinya, dan banyak alasan lainnya. Walaupun contoh-contoh tersebut terbilang ekstrim, namun sederhananya, dengan belajar psikologi saya mulai mengerti betapa pentingnya untuk tidak terburu-buru dalam mengambil keputusan, pun juga betapa pentingnya untuk menghindarkan diri dari logical fallacy (sesat pikir) dari membuat sebuah kesimpulan.

Meskipun sikap tidak mudah men-judge membuat lebih berhati-hati dan mengembangkan sikap toleransi, namun di sisi lain hal ini pula lah yang menyebabkan saya dan mungkin mahasiswa psikologi lainnya menjadi sulit sekali mengambil keputusan dengan cepat, menyatakan standing posision terhadap suatu hal, dan dalam banyak kesempatan menjadi pihak yang netral akibat terlalu banyaknya pertimbangan akan suatu tersebut.

Di lingkungan perkuliahan sendiri pun, saya jarang sekali mendapati teman-teman yang senang mencampuri kehidupan orang lain, saya dan teman-teman terbiasa untuk mengurusi kehidupan masing-masing ketimbang membicakan seseorang yang kita tidak benar-benar tau bagaimana dia yang sebenarnya, apa hal besar yang ia sembunyikan, dan kita tidak tau, jika berada di posisinya apakah kita bisa bersikap lebih baik atau tidak.

Meskipun menghindari diri dari judge dan kesimpulan yang terburu-buru merupakan hal yang tidak mudah dilakukan, namun akibat dari pribadi yang pasti dimiliki setiap orang, saya melihat teman-teman saya di psikologi berusaha keras melakukannya dengan baik, walaupun tidak mungkin ideal dan sempurna seratus persen.

Di samping pelajaran utama "Do not judge" tersebut, beberapa mata kuliah di psikologi memungkinkan kita untuk bisa menelaah diri sendiri, keluarga, dan apa-apa yang terjadi di lingkungan sosial yang saya rasa sangat bisa digunakan untuk kehidupan sehari-hari. Seperti mata kuliah Psikologi Perkembangan, di sana akan dipelajari perkembangan manusia secara fisik dan psikososial sejak ia lahir hingga tua dan bahkan meninggal, dari sana kita dapat mengetahui apa yang menjadi fokus perhatian utama pada anak kecil dan bisa menerapkannya pada keponakan dan anak kecil yang ada di sekitar, mengetahui apa saja yang dihadapi saat masa dewasa ataupun tua sehingga dapat mengantisipasinya sejak kini, maupun dapat menerapkan pengetahuan tersebut pada ayah ibu atau keluarga terdekat lainnya. Mata kuliah Psikologi Sosial juga salah satu yang paling saya suka, di sana saya mengenal beberapa istilah yang menerangkan beberapa gejala sosial yang terlihat tidak mungkin tapi benar-benar terjadi, salah satunya ialah "bystandar effect" (sebuah keadaan di mana semakin banyak saksi dari suatu kejadian darurat, semakin memungkinkan seseorang yang membutuhkan bantuan tersebut tidak mendapat pertolongan, karena setiap saksi berpikiran akan ada orang yang lebih mampu untuk membantunya) yang juga menjadi salah satu jurnal yang pernah saya publish di akun Selasar ini.

Ketika kita sudah menetapkan diri pada suatu pilihan dan melakukan sesuatu dengan perasaan bahagia, saya rasa akan mudah saja menerima setiap kelebihan maupun kekurangan dari setiap pilihan itu, pasalnya memang setiap pilihan memiliki konsekuensinya masing-masing secara sepaket. Jawaban di atas adalah perspektif saya pribadi yang sangat mungkin berbeda dengan yang lainnya.

Meskipun saya banyak menemui orang-orang yang akhirnya mengutarakan betapa beruntungnya saya bisa ada di jurusan ini, karena dapat mengetahui lebih dalam tentang manusia, namun saya rasa ada hal yang lebih penting dari itu semua. Saya yakin, tidak setiap orang akan menjadi pakar dalam bidang psikologi, namun setiap orang menurut saya mampu menjadi agen dari terciptanya kehidupan yang baik, di mana itulah tujuan awal dari keberadaan ilmu psikologi itu sendiri. Jadi, mana yang lebih penting, menjadi seorang psikolog atau agen dari kehidupan yang baik? Saya yakin kita semua telah sepakat pada satu jawaban.
So, lets do it together!

"Semua orang itu unik, dan berharga dengan keunikannya masing masing, so do not judge".
gambar via sohu.com

Written Jul 22, 2017 (Selasar.com)

Komentar