Mengenang : Asas Praduga Adik Tidak Bersalah

 
ketika si adik memansangkan tali sepatu kakaknya dengan romantis (padahal hanya karena kakaknya sudah meronta-ronta)

Suatu hari di bulan-bulan penghujan, seorang anak berusia tak kurang 6 tahun sedang asik bermain dengan tumpukan kertas dan imajinasinya. Sampai suara percakapan di pintu belakang membuyarkan fokusnya, mendadak ia jadi lebih penasaran dengan percakapan itu. Cepat-cepat ia berlari. Suara yang tidak asing, ibunya dan seorang tetangga.

Kedatangannya menghentikan pembicaraan, "ada apa?" tanyanya bingung. Seorang ibu yang menjadi tetangganya tersenyum, "selamat, kamu akan jadi seorang kakak". Anak itu melirik ibunya dengan tatapan tidak percaya. "Sungguh? Seorang adik?". Ibunya hanya tersenyum menyerigai, tatapan memelas.


Pikiran anak itu melayang. Ia tidak bisa berhenti membayangkannya. Seorang adik dan 24 jam permainan seru bersama. Mulai hari itu, ia berusaha menunjukkan kepantasannya sebagai seorang kakak (mengingat selama ini ia hanya mengerti posisinya sebagai adik).

Hari itu datang, ibunya mengeluh sakit perut, sambil tertawa-tawa. Awalnya, ia kira ibunya hanya bercanda. Tapi keadaan menjadi rumit saat orang-orang membopong ibunya ke sebuah mobil dan berkali-kali menyebut kata rumah sakit. .
Tidak lama, adik kecil itu sudah hadir ke muka bumi. Melegalkan statusnya sebagai seorang kakak secara de facto dan de jure. Harusnya, itu menjadi kabar baik. Tapi gemuruh hadir dalam bentuk yang tidak terduga.

Ditengah usahanya menjadi seorang kakak, ia menemui banyak kesempatan dimana orang-orang yang berkunjung ke rumahnya berkata "Haduh kasihan, sekarang mamanya cuma sayang sama adik yaa", "ayolo, sejak ada adik mama papa jadi gak sayang lagi yah?". Itu menjadi lelucon yang terlalu lumrah, meski sayangnya, tidak pernah lucu bagi sang anak.

Ia berusaha tidak mempercayainya. Namun, apa yang ia lihat setiap hari seolah memberi pembenaran dan penguatan terhadap kata-kata itu. (Meski secara logika, hal itu memang wajar karena adiknya yang belum bisa mengurus dirinya, ditambah proses pemulihan ibunya yang lebih lama karena melahirkan dengan cara cesar).

Namun, logika itu tak akan mampu ia raih dalam usia yang begitu belia. Apa yang dilihat, itulah kenyataannya, (lanjut di kolom komentar) >>


Memiliki adik, seketika menjadi mimpi buruk. Sederhana karena apa yang terlanjur diucapkan orang-orang, tanpa memahami makna dan akibatnya. Anak itu sepakat untuk tidak menyukai adiknya lagi, karena percaya bahwa adik itulah sebab dan akibat perginya semua orang yang ia cintai dari dirinya. Anak itu telah memasang alaram permusuhan yang nyata dalam hati dan pikirannya, sejak saat itu. Beberapa tahun, ia masih menjadi kakak sekaligus kompetitor bagi sang adik kecil.
 
Sebuah insiden terjadi, saat adiknya mulai cukup besar. Orang-orang mulai berkata bahwa ia dan adiknya sangat mirip. Bahkan ia menjadi kakak yang paling mirip dengan adiknya, diantara kakak yang lain. 

Perlahan tapi pasti, perasaan itu tumbuh kembali. Ia pandangi wajah adik kecilnya itu saat terlelap. Wajah yang manis, dan tidak mungkin menyakiti. Ia menangis, bagaimana mungkin ia menganggap buruk adiknya yang bahkan selalu berusaha menggodanya untuk tertawa dan bermain bersama. Kemana perginya impian yang ia tanam saat adiknya masih bermain di kandungan ibu? Air matanya berjatuhan, ia merasa begitu bersalah karena membiarkan kata-kata dari orang-orang itu memisahkan ia dengan adik kecilnya. Ia menyesali tahun-tahun yang terlewat, tahun dimana harusnya ia bisa mewujudkan agenda-agenda yang ia rancang ketika menanti kehadiran sang adik. Tapi, malah digunakan untuk habis-habisan menjauhi dan memerangi sang adik. Ia mengelus rambut sang adik. Mengecup keningnya. Berkata lirih, "Sampai hari ini kamu masih jadi adik kecil yang kakak sayangi, dan selalu kakak nantikan. Kakak janji, hari-hari kedepan akan berbeda, maafin kakak ya.. "
 
Kakak itu tumbuh, begitu pula adiknya. Sang kakak mulai mengingat kisah itu, dalam memori nya yang tidak begitu buruk. Ia belajar, betapa pilihan dalam setiap peran yang dijalani seseorang, tidak pernah hanya mempengaruhi hidupnya seorang. Apabila orang-orang (rekan kerja ibu, tetangga jauh, dll) yang datang diawal masa kehadiran adiknya tidak pernah mengatakan kata-kata itu pada dirinya, mungkin tak pernah terbesit dalam baginya untuk memusuhi adiknya. Namun, mereka memilih mengeluarkan kata-kata itu. Memberikan percikan takdir dan keputusan yang boleh jadi begitu berbeda, saat mereka memilih kata-kata sebaliknya. Sang kakak tertegun, meski pelajaran ini harus ia ganjar dengan sangat mahal. Ia senang, ia masih sempat memperbaikinya, dan menjadi tau, bagaimana sebaiknya ia bersikap terhadap peran perannya dimasa mendatang.
 
Maka selamat, kepada duo kakak beradik yang begitu sejuk dipandang saat sama sama belajar ketaatan dalam mengenali Tuhannya, selamat seorang tante merindukan kalian disiini! Juga buat adik yang apa boleh buat tidak kecil lagi, selamat menempuh ujian nasional Indonesia yang kedua, dengan seragam berbeda, minggu depan. Ayolah, kita tau ini tidak menunjukkan banyak hal, tapi menyerah bukan gaya kakak-beradik kita kan, deal? Semesta insyaAllah akan memudahkanmu, beserta doa dari seorang kakak, yang apaboleh buat cuma bisa berkirim doa *Nb: Buat yang tinggal sama adiknya, semoga kalian selalu punya hari hari bahagia bersama, sebab seorang kakak di sudut sini sungguh masih teramat sedih mengingat mesti menjalani tahun tahun spektakuler bersama adiknya, dari jarak yang (apa boleh buat) tidak bisa masuki persamaan ruang. Jadi, tolonglah, jangan sekalipun lewatkan :')
 
Repost @dianfhaatma, 2019

Komentar